Jawa Barat, dengan lanskap budaya yang kaya, menyimpan berbagai tradisi unik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah Reuneuh Mundingeun, sebuah ritual adat yang berkaitan erat dengan siklus pertanian, khususnya dalam menyambut masa panen padi. Tradisi ini menjadi wujud rasa syukur masyarakat Sunda kepada Sang Pencipta atas hasil bumi yang melimpah.
Secara harfiah, Reuneuh Mundingeun dapat diartikan sebagai “hamilnya kerbau”. Istilah ini mungkin terdengar unik, namun memiliki makna simbolis yang mendalam. Kerbau dalam masyarakat agraris tradisional memiliki peran penting sebagai hewan pembajak sawah. Kondisi “hamil” pada kerbau melambangkan kesuburan dan harapan akan hasil panen yang berlimpah di masa mendatang.
Ritual Reuneuh Mundingeun biasanya dilaksanakan setelah masa tanam padi selesai dan menjelang masa panen tiba. Waktu pelaksanaannya dapat bervariasi antar daerah, namun umumnya dilakukan secara komunal di tingkat desa atau kelompok tani. Masyarakat akan berkumpul, membawa berbagai macam sesajen atau persembahan berupa hasil bumi, seperti nasi tumpeng, buah-buahan, dan palawija.
Dalam prosesi Reuneuh Mundingeun, biasanya akan ada tokoh adat atau sesepuh desa yang memimpin jalannya ritual. Mereka akan memanjatkan doa-doa dan mantra sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan agar panen mendatang berhasil. Tak jarang, ritual ini juga diiringi oleh kesenian tradisional Sunda, seperti musik gamelan atau tari-tarian yang menambah khidmat dan meriahnya suasana.
Salah satu ciri khas dari tradisi Reuneuh Mundingeun adalah adanya simbolisasi atau personifikasi kerbau yang “hamil”. Hal ini bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti boneka kerbau yang dihias atau bahkan kehadiran kerbau sungguhan yang didandani secara khusus. Simbol ini menjadi pengingat akan pentingnya peran hewan dalam mendukung kehidupan pertanian.
Lebih dari sekadar ritual pertanian, Reuneuh Mundingeun juga memiliki fungsi sosial dan budaya yang kuat. Tradisi ini menjadi ajang silaturahmi antar warga, mempererat rasa kebersamaan dan gotong royong. Melalui ritual ini, nilai-nilai luhur seperti rasa syukur, harapan, dan keharmonisan dengan alam terus dilestarikan.
Meskipun zaman terus berkembang, tradisi Reuneuh Mundingeun masih tetap dijaga dan dilaksanakan di beberapa wilayah di Jawa Barat.